Jumat, 18 Mei 2018

PENGERTIAN DEMOKRASI, MACAM-MACAM DEMOKRASI, CIRI-CIRI PEMERINTAHAN DEMOKRASI, DAN DEMOKRASI DI INDONESIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Semua negara mengakui bahwa Demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik. Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan menjadi basis tegaknya sistem politik demokrasi. Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang demokrasi disebut negara otoriter. Negara otoriterpun masih mengaku dirinya sebagai negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan bernegara dan pemerintahan.
Dalam realitanya perkembangan sistim ketatanegaraan mulai berkembang dari teori-teori para filsuf kuno yang banyak di adopsi oleh bangsa-bangsa yang ada di seluruh dunia. Setiap Negara menganut sistem ketatanegaraan. Salah satu contohnya adalah sistem pemerintahan demokrasi. Salah satu sistem pemerintahan klasik yang sudah ada sejak dulu kala. Sejak zaman Yunani kuno yang kemudian dikembangkan oleh para penganut aliran-aliran yang sependapat dengan pembuat sistem pemerintahan tersebut.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian Negara demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang maka kami merumuskan masalah-masalah, diantaranya:
1.      Apa yang dimaksud dengan Demokrasi?
2.      Apa saja macam-macam Demokrasi!
3.      Bagaimana ciri-ciri pemerintahan Demokrasi!
4.      Bagaimana pemerintahan Demokrasi di Indonesia.

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini antara lain untuk memenuhi tugas kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, serta untuk menjelaskan maksud dari poin-poin dalam rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Demokrasi
Istilah demokrasi, pertama kali dipakai di Yunani kuno, khususnya di kota Athena, untuk menunjukkan sistem pemerintahan yang berlaku disana. Kota-kota di daerah Yunani pada waktu itu kecil-kecil. Penduduknya tidak begitu banyak sehingga mudah dikumpulkan oleh pemerintah dalam suatu rapat untuk bermusyawarah. Dalam rapat itu diambil keputusan bersama mengenai garis-garis besar kebijaksanaan pemerintah yang akan dilaksanakan dan segala permasalahan mengenai kemasyarakatan.
Demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan.
Menurut Abraham Lincoln(Presiden AS ke-16), demokrasi adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat (Democracy is government of the people, by the people and for the people).
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
B.     Asas-asas pokok demokrasi dalam suatu pemerintahan demokratis adalah:
a.          Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya melalui pemilihan wakil-wakil rakyat untuk parlemen secara bebas dan rahasia; dan
b.         Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.

C.     Ciri-ciri pokok pemerintahan demokratis :
a.          Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan ciri-ciri tambahan:
o  Konstitusional: bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan kepentingan rakyat diatur dan ditetapkan dalam konstitusi.
o  Perwakilan: bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada beberapa orang
o  Pemilihan umum, yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-anggota parlemen.
o  Kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam praktik pelaksanaan demokrasi
b.         Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/ pemisahan kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
c.          Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan pemerintahan.

D.    Macam-macam demokrasi

a.       Demokrasi ditinjau dari cara penyaluran kehendak rakyat:
a)   Demokrasi langsung
Dipraktikkan di negara-negara kota pada zaman Yunani Kuno. Pada masa itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan pandangannya secara langsung. Dengan demikian, pemerintah dapat mengetahui – secara langsung pula – aspirasi dan persoalan-persoalan yang sebenarnya dihadapi masyarakat.
Tetapi dalam zaman modern, demokrasi langsung sulit dilaksanakan karena:
o   Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat sekaligus dalam membicarakan suatu urusan;
o   Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang semakin rumit dan kompleks;
o   Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan keputusan yang baik.
b)   Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan
Sistem demokrasi (menggantikan demokrasi langsung) yang dalam menyalurkan kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen. Aspirasi rakyat disampaikan melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe demokrasi perwakilan berlainan menurut konstitusi negara masing-masing.
Sistem pemilihan ada dua macam, yaitu: pemilihan secara langsung dan pemilihan bertingkat. Pada pemilihan secara langsung, setiap warga negara yang berhak secara langsung memilih orang-orang yang akan duduk di parlemen. Sedangkan pada pemilihan bertingkat, yang dipilih rakyat adalah orang-orang di lingkungan mereka sendiri, kemudian orang-orang yang terpilih itu memilih anggota-anggota parlemen.
c)   Demokrasi perwakilan dengan sistem referendum
Dalam sistem demokrasi ini rakyat memilih para wakil mereka untuk duduk di parlemen, tetapi parlemen tetap dikontrol oleh pengaruh rakyat dengan sistem referendum (pemungutan suara untuk mengetahui kehendak rakyat secara langsung). Sistem ini digunakan di salah satu negara bagian Swiss yang disebut Kanton.

E.     Demokrasi di Indonesia
Menurut Ketua Asosiasi Konsultan Politik Asia Pasific (APAPC) Pri Sulisto, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi bisa menjadi contoh bagi negara-negara di kawasan Asia yang hingga saat ini beberapa di antaranya masih diperintah dengan ‘tangan besi’.
Indonesia juga bisa menjadi contoh, bahwa pembangunan sistem demokrasi dapat berjalan seiring dengan upaya pembangunan ekonomi. Ia menilai, keberhasilan Indonesia dalam bidang demokrasi yag tidak banyak disadari itu, membuat pihak luar termasuk Asosiasi Internasional Konsultan Politik (IAPC) membuka mata bangsa Indonesia, bahwa keberhasilan tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut juga menjadikan Indonesia sangat berpotensi mengantar datangnya suatu era baru di Asia yang demokratis dan makmur.
Sementara itu, mantan wakil perdana menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, menyebutkan bahwa demokrasi telah berjalan baik di Indonesia dan hal itu telah menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi 4 besar dunia yang berhasil melaksanakan demokrasi.
Hal ini juga membuat Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia yang telah berhasil menerapkan demokrasi. Dia juga berharap agar perkembangan ekonomi juga makin meyakinkan sehingga demokrasi bisa disandingkan dengan kesuksesan pembangunan. Hal tersebut tentunya bisa terjadi bila demokrasi dapat mencegah korupsi dan penumpukan kekayaan hanya pada elit tertentu.

F.      Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dari segi waktu dapat dibagi dalam empat periode, yaitu :
1.      Periode 1945-1959 Demokrasi Parlementer
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer ini mulai berlaku sebulan setelah kemerdekaan diproklamasikan. Sistem ini kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1949 (Konstitusi RIS) dan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. Meskipun sistem ini dapat berjalan dengan memuaskan di beberapa negara Asia lain, sistem ini ternyata kurang cocok diterapkan di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan melemahnya persatuan bangsa. Dalam UUDS 1950, badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara konstitusional (constitutional head) dan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan.
2.      Periode 1959-1965 (Orde Lama)
Demokrasi Terpimpin Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.
3.      Periode 1965-1998 (Orde Baru) Demokrasi Pancasila
Ciri-ciri demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga nonpemerintah
4.      Periode 1998-sekarang( Reformasi )
Orde reformasi ditandai dengan turunnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Jabatan presiden kemudian diisi oleh wakil presiden, Prof. DR. Ir. Ing. B.J. Habibie. Turunnya presiden Soeharto disebabkan karena tidak adanya lagi kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Orde Baru. . Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah demokrasi akan dibangun.
BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.

B.     Saran
Kami berharap agar sistem demokrasi di Indonesia tetap berjalan lancar, walaupun banyak perbedaan pendapat tapi tak akan membuat terpecah belah.










DAFTAR PUSTAKA

http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/demokrasi/
http://www.forum-politisi.org/berita/article.php?id=547
http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/
http://ruhcitra.wordpress.com/2008/11/09/demokrasi/
http://www.forum-politisi.org/berita/article.php?id=547

SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR'AN)



BAB I
PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang
      Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah. Karena keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba oleh syara’, dan tidak mungkin digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba oleh norma hukum.
Akan tetapi, ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan sumber hukum.
Sedangkan dalil merupakan bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah.
Apabila terjadi suatu kejadian, maka yang pertama kali harus dicari adalah sumber dari Al-Qur’an.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang sumber hukum islam berupa al-Qur’an maka kami akan mencoba membahasnya dalam makalah yang berjudul “SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR’AN)”
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an?
b.      Apa saja kehujjahan Al-Qur’an menurut para ulama?
c.       Apa saja petunjuk (Dhilalah) dalam Al-Qur’an?
d.      Serta, hukum hukum apa saja yang terkandung dalam Al-Qur’an?




3.      Tujuan Penulisan
      Tujuan utama dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ushul Fiqh/Fiqh. Selain itu, tujuan kami menulis makalah ini juga sangat berkaitan dengan rumusan masalah diatas yang dengan tujuan tersebut kita dapat menggunakan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Serta tak luput juga, tujuan kami dalam penilisan makalah ini:
a.       Agar kami sebagai penulis, dan agar pembaca dapat menegrti tentang al-Qur’an!
b.      Agar kami sebagai penulis serta agar pembaca juga dapat mengetahui apa saja argumen tentang Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yan utama.


BAB II
PEMBAHASAN

A.          SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR’AN)
         Dalam pandangan islam, bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT, untuk beribadah kepada-Nya, sesuai dengan firman Allah dalam
QS. Al-Dzariyat:56

Artinya:“ dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada-Ku.”
         Kemudian diturunkan-Nya petunjuk (al-din, syari’at), bagi kehidupan manusia melalui firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah:2

Artinya:“ kitab al-qur’an ini tidk ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. ”
QS. Al-Maidah:48

Artinya:“untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. ”
QS. Al-Jatsiyah:18

Artinya:“kemudian kami jadikan kamu berada diatas syari’at (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu.”
QS. An-Nahl:44

Artinya:“ dan kami turunkan padamu al-Qur’an, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia. ”
Allah menciptakan syari’at (syar’i), pencipta hukum bagi mahluk ciptaan-Nya, kebenaran mutlak bersumber dari pada-Nya dan Dialah pemilik mutlak segala apa yang ada di langit dan di bumi serta diantara keduanya. Seperti firman Allah yang terdapat dalam QS. Al-An’am:57

Artinya:“ menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”
QS. Al-Baqarah:147

Artinya:“ kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu.”
QS. Al-Maidah:18

Artinya:“ dan kepunyaan Allah-lah kerajaan (kekuasaan) langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya.”



Untuk menjelaskan hukum Allah tersebut sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an, kemudian Allah mengirimkan utusan atau Rasul-Nya.
Perintah mengikuti nilai yang disampaikan oleh utusan-Nya (sunnah) sama kuat dengan perintah untuk mengikuti nilai yang terdapat dalam al-Qur’an, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Hasyr:7

Artinya:“apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”

B.        PANDANGAN AL-QUR’AN
         Menurut sumber hukum islam sunni, al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pembinaan hukum islam adalah sesuatu yang telah disepakati oleh seluruh ulama. Dilihat dari segi kebenarannya sebagai sumber, al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber. Dengan kata lain, al-Qur’an menempati posisi pertama dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. Adapun sumber-sumber lainnya merupakan pelengkap dan cabang dari al-Qur’an, karena pada dasarnya sumber lain itu akan kembali kepada al-Qur’an. Sementara dilihat dari keontetikannya, diriwayatkan secara mutawatir yang meniscayakan kepastian (qath’i al-tsubuut). Karena itu, secara aksiomatik umat islam sepakat atas penerimaanya sebagai sumber dan dalil hukum yang paling asasi.
         Sebagai sumber hukum syiah, Menurut mazhab Ja’farii, al-Quran merupakan sumber pertama hukum aturan Islam. Untuk menggali hukum dari al-Quran, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu makna lahiriyah dan makna bathiniyah. Untuk mendapatkan makna batin itu, para pengikut mazhab Ja’fari harus mempunyai marja’ (tempat meminta fatwa), yaitu para imam. Para imam marja’ ini dipandang sebagai al-Qur’an yang berbicara. Sementara al-Quran yang berupa mushaf mereka sebut seperti al-Quran yang diam.
Karena itu, mereka berkeyakinan bahwa apa yang dikatakan para Imam adalah benar adanya dan tidak mungkin bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh al-Quran. Oleh karena kandungan al-Quran bersifat mujmal, maka pengikut mazhab Ja’farii harus berpegang  pada pemahaman para Imam. Dengan kata lain, mereka tidak dapat mengetahui maksud al-Quran yang sebenarnya, kecuali berdasarkan petunjuk para Imam. Petunjuk itu diperoleh para Imam langsung dari Allah SWT, karena ketakwaan dan kebersihan hati mereka yang sudah mencapai hasil maksimal.
a.    Pengertian
     Secara Etimologi, al-Qur’an bentuk dari kata Qara’a, yang berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya, sebagaimana yang tertulis dalam QS. Al-Qiyaamah:17-18

Artinya: “ Sesungguhnya kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. (17) Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (18)”
         Menurut Istilah, Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bahasa Arab yang dinukilkan pada generasi sesudahnya secara mutawir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf, di mulai dari surat al-Fatiha dan di tutup dengan surat an-Naas.


1.      Imam Abu Hanifah, al-Qur’an hanya makna saja, sehingga boleh sholat dengan menggunakan bahasa selain bahasa Arab misalnya bahasa Indonesia dll,
2.      Imam Malik, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang lafaz dan maknya dari Allah SWT. Sesuatu yang termasuk sifat Allah tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat zindik bagi orang yang mengatakan al-Qur’an itu mahkluk.
3.      Imam Syafi’i, al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang paling pokok, dan pendapatnya tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun kecuali petunjuk dalam al-Qur’an.
4.      Imam Ahmad Ibnu Hambal, al-Qur’an merupakan sumber dan tiangnya syari’at Islam, yang di dalamnya terdapat berbagai kaidah yang tidak akan berubah dengan perubahan perubahan zaman dan tempat. Al-Qur’an juga mengandung hukum global dan penjelasan mengenai akidah yang benar, disamping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya agama Islam.

c.       Petunjuk (Dhilalah) al-Qur’an
Kaum Muslimin sepakatbahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum hukum Syar’a. merekapun sepakat bahwa semua ayat al-Qur’an dari segi kedatangan dan penetapannya adalah qath’i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kita dengan jalan muttawatir.
Ditinjau dari segi Dilalah-nya, ayat-ayat Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua:
1.      Nash Qath’i, yang tegas dan jelas maknanya, tidak ditakwil, tidak mempunyai makna lain, tidak tergantung hal-hal di luar nash tersebut. Contoh:
-          Pengharaman daging babi,
-          Hukuman had zina sebanyak seratus kali dera,
-          Menetapkan kadar pembagian waris,
-          dan lain sebagainya.
2.      Nash Zhanni, nash yang menunjukkan suatu makna yang dapat ditakwil atau nash yang memiliki makna lebih dari satu, baik karena lafaznya musytarak (homonim) atau karena susunan kata dapat dipahami dengan berbagai cara. Seperti: dialah isyarat-nya, iqtidha-nya, dan sebagainya

d.      Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum dan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum
Abd. Wahab Khalaf, dalam kitabnya Ilm Ushl al-Fiqh, menjelaskan Para ulama ushul fiqh menginduksi hukum-hukum yang dikandung al-Qur’an terdiri atas:
1.      hukum-hukum itiqadiyah, yaitu yang mengatur hubungan rohaniah antara manusia dengan Tuhan dan hal-hal yang menyangkut dengan keimanan. Hukum i’tiqadiyah ini mengandung kewajiban pada mukallaf untuk mempercayai Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, dan hari Kiamat. Selanjutnya Hukum dalam bidang ini kemudian berkembang menjadi ilmu ushuluddin (ilmu kalam dan ilmu tauhid).
2.      hukum yang berkaitan dengan khuluqiyah, yang menyangkut tingkah laku dan moral lahir manusia dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Hukum ini kemudian berkembang menjadi ilmu akhlak (ilmu tasawwuf).
3.      hukum ‘amaliyah yang menyangkut hubungan lahiriah antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Hukum dalam bidang ini berkembang menjadi ilmu syari’ah (dalam arti sempit) atau ilmu fiqhi, yang secara garis besarnya terbagi menjadi:
o   hukum yang berkaitan dengan ibadah, seperti; sholat, puasa, zakat, haji, nazar dan sumpah.
o   hukum yang berkaitan dengan muamalah yang terbagi seperti berbagai transaksi jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam yang terbagi menjadi dua, yaitu;
a)      hukum perorangan seperti: kawin, talak, waris, wasiat, dan wakaf
b)      hukum perserikatan dan transaksi harta dan hak lainnya
o   hukum perdata seperti jual beli, pinjam meminjam, perserikatan dan transaksi harta dan hak lainnya
o   hukum yang berkaitan dengan pidana
o   hukum yang berkaitan dengan masalah peradilan, baik yang bersifat perdata maupun yang bersifat pidana
o   hukum yang berkaitan dengan masalah ketatanegaraan
o   hukum yang berkaitan dengan hubungan antara negara
o   hukum yang berkaitan dengan masalah ekonomi, baik bersifat pribadi maupun bersifat negara.







BAB III
KESIMPULAN

        Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam selain sunnah. Karena Al-Qur’an dan sunnah merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’.
Al-qur’an adalah untuk menemukan hukum Allah, yaitu hukuman atas segala larangan atau perintah yang di langgar atau tidak dijalankan.




DAFTAR PUSTAKA

Kaawoan, Selviyanti. Memahami Ushul Fiqih. 2015.Gorontalo : Sultan Amai Press IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
A. P. Kau, Sofyan; Suleman Zulkarnain. Ushul Fikih “Dari Nalar Kreatif Menuju Nalar Progresif”. 2015. Gorontalo : Sultan Amai Press IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
Imron-busfa.blogspot.co.id