Jumat, 18 Mei 2018

SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR'AN)



BAB I
PENDAHULUAN
1.         Latar Belakang
      Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam. Kata sumber dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk Al-Qur’an maupun sunnah. Karena keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba oleh syara’, dan tidak mungkin digunakan untuk ijma’ dan qiyas karena keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba oleh norma hukum.
Akan tetapi, ijma’ dan qiyas juga termasuk cara dalam menemukan sumber hukum.
Sedangkan dalil merupakan bukti yang melengkapi atau memberi petunjuk dalam Al-Qur’an untuk menemukan hukum Allah.
Apabila terjadi suatu kejadian, maka yang pertama kali harus dicari adalah sumber dari Al-Qur’an.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang sumber hukum islam berupa al-Qur’an maka kami akan mencoba membahasnya dalam makalah yang berjudul “SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR’AN)”
2.      Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an?
b.      Apa saja kehujjahan Al-Qur’an menurut para ulama?
c.       Apa saja petunjuk (Dhilalah) dalam Al-Qur’an?
d.      Serta, hukum hukum apa saja yang terkandung dalam Al-Qur’an?




3.      Tujuan Penulisan
      Tujuan utama dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ushul Fiqh/Fiqh. Selain itu, tujuan kami menulis makalah ini juga sangat berkaitan dengan rumusan masalah diatas yang dengan tujuan tersebut kita dapat menggunakan atau mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Serta tak luput juga, tujuan kami dalam penilisan makalah ini:
a.       Agar kami sebagai penulis, dan agar pembaca dapat menegrti tentang al-Qur’an!
b.      Agar kami sebagai penulis serta agar pembaca juga dapat mengetahui apa saja argumen tentang Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yan utama.


BAB II
PEMBAHASAN

A.          SUMBER HUKUM ISLAM (AL-QUR’AN)
         Dalam pandangan islam, bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT, untuk beribadah kepada-Nya, sesuai dengan firman Allah dalam
QS. Al-Dzariyat:56

Artinya:“ dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah (menyembah) kepada-Ku.”
         Kemudian diturunkan-Nya petunjuk (al-din, syari’at), bagi kehidupan manusia melalui firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah:2

Artinya:“ kitab al-qur’an ini tidk ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. ”
QS. Al-Maidah:48

Artinya:“untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. ”
QS. Al-Jatsiyah:18

Artinya:“kemudian kami jadikan kamu berada diatas syari’at (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu.”
QS. An-Nahl:44

Artinya:“ dan kami turunkan padamu al-Qur’an, agar kamu menjelaskan kepada umat manusia. ”
Allah menciptakan syari’at (syar’i), pencipta hukum bagi mahluk ciptaan-Nya, kebenaran mutlak bersumber dari pada-Nya dan Dialah pemilik mutlak segala apa yang ada di langit dan di bumi serta diantara keduanya. Seperti firman Allah yang terdapat dalam QS. Al-An’am:57

Artinya:“ menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.”
QS. Al-Baqarah:147

Artinya:“ kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang yang ragu.”
QS. Al-Maidah:18

Artinya:“ dan kepunyaan Allah-lah kerajaan (kekuasaan) langit dan bumi serta apa yang ada diantara keduanya.”



Untuk menjelaskan hukum Allah tersebut sebagaimana yang tertuang dalam al-Qur’an, kemudian Allah mengirimkan utusan atau Rasul-Nya.
Perintah mengikuti nilai yang disampaikan oleh utusan-Nya (sunnah) sama kuat dengan perintah untuk mengikuti nilai yang terdapat dalam al-Qur’an, seperti yang dijelaskan dalam QS. Al-Hasyr:7

Artinya:“apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”

B.        PANDANGAN AL-QUR’AN
         Menurut sumber hukum islam sunni, al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pembinaan hukum islam adalah sesuatu yang telah disepakati oleh seluruh ulama. Dilihat dari segi kebenarannya sebagai sumber, al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber. Dengan kata lain, al-Qur’an menempati posisi pertama dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. Adapun sumber-sumber lainnya merupakan pelengkap dan cabang dari al-Qur’an, karena pada dasarnya sumber lain itu akan kembali kepada al-Qur’an. Sementara dilihat dari keontetikannya, diriwayatkan secara mutawatir yang meniscayakan kepastian (qath’i al-tsubuut). Karena itu, secara aksiomatik umat islam sepakat atas penerimaanya sebagai sumber dan dalil hukum yang paling asasi.
         Sebagai sumber hukum syiah, Menurut mazhab Ja’farii, al-Quran merupakan sumber pertama hukum aturan Islam. Untuk menggali hukum dari al-Quran, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu makna lahiriyah dan makna bathiniyah. Untuk mendapatkan makna batin itu, para pengikut mazhab Ja’fari harus mempunyai marja’ (tempat meminta fatwa), yaitu para imam. Para imam marja’ ini dipandang sebagai al-Qur’an yang berbicara. Sementara al-Quran yang berupa mushaf mereka sebut seperti al-Quran yang diam.
Karena itu, mereka berkeyakinan bahwa apa yang dikatakan para Imam adalah benar adanya dan tidak mungkin bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh al-Quran. Oleh karena kandungan al-Quran bersifat mujmal, maka pengikut mazhab Ja’farii harus berpegang  pada pemahaman para Imam. Dengan kata lain, mereka tidak dapat mengetahui maksud al-Quran yang sebenarnya, kecuali berdasarkan petunjuk para Imam. Petunjuk itu diperoleh para Imam langsung dari Allah SWT, karena ketakwaan dan kebersihan hati mereka yang sudah mencapai hasil maksimal.
a.    Pengertian
     Secara Etimologi, al-Qur’an bentuk dari kata Qara’a, yang berarti bacaan atau apa yang tertulis padanya, sebagaimana yang tertulis dalam QS. Al-Qiyaamah:17-18

Artinya: “ Sesungguhnya kami yang akan mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. (17) Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (18)”
         Menurut Istilah, Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam bahasa Arab yang dinukilkan pada generasi sesudahnya secara mutawir, membacanya merupakan ibadah, tertulis dalam mushaf, di mulai dari surat al-Fatiha dan di tutup dengan surat an-Naas.


1.      Imam Abu Hanifah, al-Qur’an hanya makna saja, sehingga boleh sholat dengan menggunakan bahasa selain bahasa Arab misalnya bahasa Indonesia dll,
2.      Imam Malik, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang lafaz dan maknya dari Allah SWT. Sesuatu yang termasuk sifat Allah tidak dikatakan makhluk, bahkan dia memberikan predikat zindik bagi orang yang mengatakan al-Qur’an itu mahkluk.
3.      Imam Syafi’i, al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang paling pokok, dan pendapatnya tidak ada yang diturunkan kepada penganut agama manapun kecuali petunjuk dalam al-Qur’an.
4.      Imam Ahmad Ibnu Hambal, al-Qur’an merupakan sumber dan tiangnya syari’at Islam, yang di dalamnya terdapat berbagai kaidah yang tidak akan berubah dengan perubahan perubahan zaman dan tempat. Al-Qur’an juga mengandung hukum global dan penjelasan mengenai akidah yang benar, disamping sebagai hujjah untuk tetap berdirinya agama Islam.

c.       Petunjuk (Dhilalah) al-Qur’an
Kaum Muslimin sepakatbahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum hukum Syar’a. merekapun sepakat bahwa semua ayat al-Qur’an dari segi kedatangan dan penetapannya adalah qath’i. Hal ini karena semua ayatnya sampai kita dengan jalan muttawatir.
Ditinjau dari segi Dilalah-nya, ayat-ayat Al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua:
1.      Nash Qath’i, yang tegas dan jelas maknanya, tidak ditakwil, tidak mempunyai makna lain, tidak tergantung hal-hal di luar nash tersebut. Contoh:
-          Pengharaman daging babi,
-          Hukuman had zina sebanyak seratus kali dera,
-          Menetapkan kadar pembagian waris,
-          dan lain sebagainya.
2.      Nash Zhanni, nash yang menunjukkan suatu makna yang dapat ditakwil atau nash yang memiliki makna lebih dari satu, baik karena lafaznya musytarak (homonim) atau karena susunan kata dapat dipahami dengan berbagai cara. Seperti: dialah isyarat-nya, iqtidha-nya, dan sebagainya

d.      Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum dan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum
Abd. Wahab Khalaf, dalam kitabnya Ilm Ushl al-Fiqh, menjelaskan Para ulama ushul fiqh menginduksi hukum-hukum yang dikandung al-Qur’an terdiri atas:
1.      hukum-hukum itiqadiyah, yaitu yang mengatur hubungan rohaniah antara manusia dengan Tuhan dan hal-hal yang menyangkut dengan keimanan. Hukum i’tiqadiyah ini mengandung kewajiban pada mukallaf untuk mempercayai Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, dan hari Kiamat. Selanjutnya Hukum dalam bidang ini kemudian berkembang menjadi ilmu ushuluddin (ilmu kalam dan ilmu tauhid).
2.      hukum yang berkaitan dengan khuluqiyah, yang menyangkut tingkah laku dan moral lahir manusia dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Hukum ini kemudian berkembang menjadi ilmu akhlak (ilmu tasawwuf).
3.      hukum ‘amaliyah yang menyangkut hubungan lahiriah antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Hukum dalam bidang ini berkembang menjadi ilmu syari’ah (dalam arti sempit) atau ilmu fiqhi, yang secara garis besarnya terbagi menjadi:
o   hukum yang berkaitan dengan ibadah, seperti; sholat, puasa, zakat, haji, nazar dan sumpah.
o   hukum yang berkaitan dengan muamalah yang terbagi seperti berbagai transaksi jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam yang terbagi menjadi dua, yaitu;
a)      hukum perorangan seperti: kawin, talak, waris, wasiat, dan wakaf
b)      hukum perserikatan dan transaksi harta dan hak lainnya
o   hukum perdata seperti jual beli, pinjam meminjam, perserikatan dan transaksi harta dan hak lainnya
o   hukum yang berkaitan dengan pidana
o   hukum yang berkaitan dengan masalah peradilan, baik yang bersifat perdata maupun yang bersifat pidana
o   hukum yang berkaitan dengan masalah ketatanegaraan
o   hukum yang berkaitan dengan hubungan antara negara
o   hukum yang berkaitan dengan masalah ekonomi, baik bersifat pribadi maupun bersifat negara.







BAB III
KESIMPULAN

        Al-Qur’an merupakan sumber hukum dalam Islam selain sunnah. Karena Al-Qur’an dan sunnah merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara’.
Al-qur’an adalah untuk menemukan hukum Allah, yaitu hukuman atas segala larangan atau perintah yang di langgar atau tidak dijalankan.




DAFTAR PUSTAKA

Kaawoan, Selviyanti. Memahami Ushul Fiqih. 2015.Gorontalo : Sultan Amai Press IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
A. P. Kau, Sofyan; Suleman Zulkarnain. Ushul Fikih “Dari Nalar Kreatif Menuju Nalar Progresif”. 2015. Gorontalo : Sultan Amai Press IAIN SULTAN AMAI GORONTALO
Imron-busfa.blogspot.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar